Selasa, 03 Februari 2009

bank syariah sama saja??

1. Anda mungkin mengetahui dalam konsep syariah, uang tidak boleh menghasilkan uang. Dalam bhs sederhana, uang tdk boleh mengembang sendiri menjadi bunga. Uang hanya alat, bukan produk. Pemberi pinjaman tidak boleh ongkang kaki terima absolut profit (baca: bunga) , tdk perduli kalau penerima pinjaman banting tulang kerja keras jualan martabak malam-malam (saat orang lain nonton 4mata) agar bisa membayar pokok dan bunga pinjaman (yang cenderung mencekik leher: 17% pertahun bukan angka kecil karena cenderung menerapkan pola bunga MAJEMUK. Punya kartu kredit? Nah, ini jelas LINTAH DARAT berdasi: 36%-42% pertahun!!. Tololnya, kita (koreksi, maksudnya “saya”) bangga menyodorkan kartu warna kuning emas atau hitam (yg limitnya bisa bikin kita beli rumah tipe 70, ngutang dengan bunga supergajah) ke kasir, padahal cuma sekedar beli indomie, susu balita sama beberapa snacks (makan aja ngutang???)).
Kembali ke laptop (yg adaptornya rusak).
Jadi dalam syariah, uang harus produktif, menghasilkan barang/jasa. Sederhananya: jualan. Seperti contoh nabi Muhammad, yg jualan barang2 sewaktu menjadi suami Khadijah r.a. Laba/profit dari jualan itulah yg dipakai buat bayar utang, bagi hasil dgn si peminjam. Kalau rugi krn jualan tidak laku? Ya enggak perlu bayar bagi hasil. Rundingan (meeting), analisis, review, investigasi, kenapa enggak laku dan apa following up-nya. Apa buka bisnis baru, pindah lapak atau farewell cari peminjam baru.
Muncullah konsep sederhana ala penganut bank konvensional: uang kudu di-convert dulu jadi barang, lalu di-convert lagi jadi uang. Ada modal (uang), ada produk (barang) dan ada uang+laba (uang yg sudah di-convert).
Barulah Dewan Syariah Nasional akan manggut-2 setuju.
Jadi bagaimana “ngakalin”-nya supaya uang Rp. 100 dari para penabung syariah macam anda-anda ini bisa di-”halal”-kan alias dimasukkan dan diputer2 dalam black-box yg berlabel “Money-to-Goods Converter” dan akhirnya keluarlah Rp. 110 dimana 40% dari 10juta ini buat anda dan 60% buat bank…tanpa diberi label riba?
Salah satu caranya:
Ada sebuah bank yang punya UUS (unit usaha syariah) yang punya produk sbb. Mereka kontak dengan penjual KOMODITI tambang di luar negeri, sebut saja nama perusahaannya “A”, Ltd di pasar komoditi London. (Kalau anda seorang spekulan…sorry…maksud saya “investor” di pasar komoditi, anda pasti lsg bisa meraba apa yang saya maksud).
Bank dan “A” membuat agreement: Bank akan beli komoditi dari “A”, misalnya Aluminium 100 ton dengan harga misalnya Rp 100juta (bank beli Aluminium buat apa ya…ha…ha…ha) pada hari ini.
Seminggu atau sebulan kemudian, komoditi itu dijual ke “B” Ltd (yang tak lain sahamnya dimiliki “A” - tapi ssshh…ini off-the-record lho, publik enggak ada yang tahu, atau “tst” kalee) dengan harga Rp.105 juta. Jadi bank dapet untung 5 juta. Nah, yang 5 juta itu “dibagi hasil” dengan pemilik Tabanas…eh maksudnya tabungan syariah (btw, generasi anda tahu nggak Tabanas..he…he, jadi inget pak Harto euy..karunya manehna dihujat wae, gak tau ya yg jahat sebenarnya kroni2 dan parpol2 busuk itu…)
So, how come that Aluminium bisa berubah harganya dari 100 ke 105 juta?
Bim salabim dari mana angka laba 5 juta? Jawabannya: pasar komoditi bung! Jawabannya: Spot and forward bung! Meniru bung Karno yang memeras Pancasila menjadi Sila Tunggal, saya juga peras jawabannya menjadi ….ehm….(drum berbunyi…)…spekulasi.
Pasar komoditi: Beras supertoy dihargai Rp 5000 sekilo hari ini. Berhubung permintaannya naik turun (karena ada yg lebih suka beras cap Ayam, beras rojolele, tapi ada juga yang favorit beras eksperimen staf ahlinya SBY ini), maka harganya dipasar naik turun juga. Anda telpon broker di pasar komoditi, mau beli beras Supertoy BULAN DEPAN, tapi harganya dipatok hari ini. Kok bisa? Bisa dong. Itu yang istilahnya “hedging” alias mengamankan harga dari fluktuasi. Petani indonesia punya istilah canggih untuk hedging: IJON. Oke, singkatnya anda mau beli beras Supertoy bulan depan sejuta kilo tapi harganya dipatok 4900 (si broker mau, karena dia expect harga beras sebulan lagi melonjak ke 5200 gara-gara topan Sulastri yang bakal merangsek pantai selatan jawa menggagalkan panen ribuan hektar sawah - katanya sih, menurut CNN (Cek ‘N Ngericek)).
Lalu Anda kontak dengan broker kedua, dan bilang mau jual beras supertoy seharga 5000 perkilo senilai sejuta kilo. Si broker B, eh, maksud saya si broker kedua ini, mau juga. Karena dia dengar rumour dari broker A, eh maksudnya broker pertama, kalau ada rumor dari acara Silet bahwa topan Sulastri bakal dateng dan harga jual yang seharusnya adalah 5200. Jadi si broker B beli 5000, jual 5200, masih untung 200 per kilo.
Okeh, jadi Bank sudah deal dengan 2 broker, eh maksudnya perusahaan. Bulan depan, Bank dapet untung: 105jt-100jt = 5juta. Dibagi hasil sama anda, sang depositor. Jadilah transaksi HALAL. Ya enggak? Kan ada uang, ada perputaran barang, ada bagi hasil. (Tapi ini contoh jelek, habis, labanya “cuma” 5 persen (5jt/100jt)…he..he..
Ehm, ngomong-2 ditaro di gudang mana tuh Aluminiumnya? Ini yang bisa bikin ngakak para spekulan di Wall street. Jawabannya: di planet pluto atau di galaksi M83 yang jaraknya ratusan ribu tahun cahaya. Jadi inget Porkas dan berita di radio malem2: “Nomer yang keluar malam ini…satu…. empat …enam….” …ha..ha..kalo togel haram, tapi SDSB halllaaalllll. Kalo pasar komoditi? Diharamkan, tapi bank syariah? Halllalllllll.
Oke, kalau konsep diatas enggak diterima, saya propose konsep lain. Namanya Spot dan Forward. Suami istri ini sangat terkenal di pasar forex.
Prinsipnya mirip dgn contoh komoditi di atas, cuma di sini barangnya bukan aluminium, tapi mata uang asing yang nilainya fluktuatif.
Lhoo, kan uang bukan produk, jadi diharamkan dong pake Spot-Forward buat muter deposito dari anda, nasabah bank syariah!
Ya.
Benar.
Berpikirlah. Berpikirlah di restroom (jangan tidur, soalnya yang lain juga punya hak untuk kebelet).
Jadi gimana nih? Jadi nasabah bank syariah?
Mau?
Jangan buruk sangka pak. Dosa!
Datangi aja bank syariah favorit anda. Duduk hadap2an sama customer servicenya yang manis dan berjilbab. Siapkan list pertanyaan anda, diantaranya: “Mbak, gosok gigi pake SIWAK enggak?”…eh salah, maksudnya “Mbak yang cantik dan manis, saya mau taruh uang 10 milyar saya disini, tapi rasanya saya berhak tahu, bagaimana uang saya akan diputar. Apa dibeliin komoditi semacam timah atau pisang ambon?” (untuk pertanyaan kedua ini, jangan ngajak istri anda ke bank, ntar bisa berantem, kecuali kalimat “Mbak yang cantik dan manis” dicoret).
ps: Saya sendiri bukan pakar syariah. So, please do not hesitate to call/write to Din Syamsuddin, Sahal Machfudz (beliau2 ini anggota Dewan Syariah Nasional yang punya otoritas menghalalkan suatu produk yg dipropose oleh bank sbg produk syariah) atau Syafii Antonio, pakar Syariah Indonesia. Jangan rendah diri atau malu. Anda berhak tahu supaya milyaran tidak tersedot ke jalan haram. CALL THEM !!
pss: Tolong tanyakan juga, apa gosok giginya pake SIWAK ? Penasaran euy? Jigana mah angger, pepsodent atau Holdent.

Tidak ada komentar: